Berita Hawzah– Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad alaihissalām dalam Sahifah Sajjadiyyah berdoa kepada Tuhan Yang Mahatinggi dengan ungkapan berikut:
¹{وَ اعْصِمْنِی مِنْ أَنْ أَظُنَّ بِذِی عَدَمٍ خَسَاسَةً أَوْ أَظُنَّ بِصَاحِبِ ثَرْوَةٍ فَضْلاً فَإِنَّ الشَّرِیفَ مَنْ شَرَّفَتْهُ طَاعَتُکَ وَ الْعَزِیزَ مَنْ أَعَزَّتْهُ عِبَادَتُکَ}
"Dan lindungilah aku dari menduga kehinaan pada orang miskin dan menduga kemulian pada orang kaya. Karena yang mulia adalah yang dimuliakan oleh ketaatan kepada-Mu. Karena yang luhur adalah yang diluhurkan oleh ibadah kepada- Mu."
Penjelasan
Berbeda dalam memandang orang kaya dan orang miskin adalah masalah spiritual yang telah lama merasuki masyarakat manusia, bahkan hingga saat ini. Dalam menilai, menghormati, dan menghargai seseorang, manusia sering menjadikan standar dan kriteria duniawi serta materi sebagai ukuran utama, sehingga mengalahkan nilai-nilai spiritual dan maknawi.
Padahal, menurut ajaran Islam, ukuran kemuliaan seseorang dinilai dari kemampuannya dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dalam perspektif Islam, orang yang tunduk dan taat adalah orang yang mulia, dan siapa pun yang merendahkan dirinya di hadapan Allah Swt adalah orang yang luhur. Karena inilah, mengapa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ‘alaihissalām dalam doanya kepada Allah Swt berkata:
²{إِلهِی کَفی بِی عِزّاً أَنْ أَکونَ لَک عَبْداً، وَکَفی بِی فَخْراً أَنْ تَکونَ لِی رَبّاً}
"Ya Tuhanku, cukuplah bagiku kemuliaan bahwa aku adalah hamba-Mu, dan cukuplah bagiku kebanggaan bahwa Engkau adalah Tuhanku."
Dengan memahami ini, kita menyadari betapa pentingnya doa Imam Ali As-Sajjad 'alaihissalām bagi kehidupan kita. Kita harus memohon kepada Allah Swt agar dalam menilai seseorang, kita menjadikan kedekatannya kepada Tuhan dan ibadahnya sebagai tolok ukur—bukan standar duniawi yang bersifat sementara. Sebab ukuran kemuliaan seorang hamba adalah ukuran yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri, sebagaimana firman-Nya:
³{إِنَّ أَکْرَمَکُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاکُمْ}
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu."
Selain itu, kita harus merenung dan tidak menjadikan harta duniawi yang sifatnya sementara sebagai alasan untuk membanggakan diri atau sebagai indikator kemuliaan di hadapan manusia. Sebab segala hal yang fana tidak akan pernah menjadi tolok ukur sejati untuk menilai kemuliaan seseorang. Karena itu, bila kita mencari kemuliaan dan kehormatan, maka kita harus mencarinya dalam ketaatan kepada Allah Swt, bukan pada selain-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam doa lainnya Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad ‘alaihissalām dalam Sahifah Sajjadiyyah:
⁴{ذَلِّلْنِی بَیْنَ یَدَیْکَ وَ أَعِزَّنِی عِنْدَ خَلْقِکَ وَ ضَعْنِی إِذَا خَلَوتُ بِکَ وَ ارْفَعْنِی بَیْنَ عِبَادِکَ}
"Ya Allah, rendahkanlah aku di hadapan-Mu, tetapi angkatlah aku di hadapan makhluk-Mu. Ketika aku menyendiri dengan-Mu, muliakanlah aku, dan ketika aku di tengah-tengah hamba-hamba-Mu, angkatlah derajatku."
Catatan Kaki:
1. Doa ke-35.
2. Bihār al-Anwār, jilid 91, hal. 94.
3. Al-Hujurāt, ayat 13.
4. Doa ke-47, Doa pada Hari ‘Arafah.
Your Comment